Jonathan Frizzy. Kita semua mengenalnya sebagai pria tampan di layar kaca, aktor dengan senyum manis yang memikat pemirsa dari generasi ke generasi. Jonathan Frizzy, atau akrab disapa Ijonk, adalah nama yang sudah lama menghiasi dunia hiburan tanah air. Tapi kini, nama itu tercoreng, bukan karena peran antagonis di sinetron, melainkan karena status barunya sebagai tersangka dalam kasus peredaran vape ilegal yang mengandung zat keras: etomidate.
Jonathan Frizzy dan Vape
Sulit membayangkan bagaimana dunia Ijonk runtuh dalam sekejap. Pada Senin, 5 Mei 2025, seperti pemberitaan di Detikcom, ia resmi ditetapkan sebagai tersangka. Sebelumnya hanya saksi, tapi hasil penyelidikan polisi berbicara lain. Enam kali dia diduga membeli vape dari luar negeri, tepatnya dari Thailand dan Malaysia. Zat yang terkandung di dalamnya—etomidate—bukanlah bahan sembarangan. Ini bukan sekadar perasa manis atau pengharum, melainkan zat anestesi yang seharusnya hanya digunakan dalam ruang operasi, di bawah pengawasan dokter, bukan dihembuskan lewat mulut sebagai “gaya hidup”.

Di sinilah letak luka yang lebih dalam dari sekadar hukum. Ini tentang seseorang yang pernah dipercaya publik, disanjung, dipuja karena karya, kini menghadapi kenyataan pahit: bahwa satu kesalahan bisa menghapus puluhan tahun reputasi yang dibangun dengan darah dan air mata.
Jonathan Frizzy dan Ririn
Dan di tengah pusaran masalah ini, ada satu sosok lain yang turut terseret sorotan—Ririn Dwi Ariyanti. Sejak lama, publik mencium kedekatan mereka. Setelah perceraian dengan Aldi Bragi, Ririn dan Ijonk sering terlihat bersama, bahkan digosipkan sebagai pasangan ‘bucin’. Tapi ketika kabar penetapan tersangka itu mencuat, Ririn memilih diam. Dalam video viral yang beredar, ia hanya menoleh ke arah wartawan lalu masuk ke mobil dan membanting pintunya dengan keras. Tidak ada kata. Tidak ada klarifikasi. Hanya pintu mobil yang tertutup rapat, seakan ingin mengunci rapat-rapat luka di dalam hatinya.
Kita bisa menilai Ririn sebagai “judes”, “bete”, atau “acuh”. Tapi, pernahkah kita berhenti sejenak dan membayangkan betapa hancurnya hati seseorang saat orang terdekatnya terlibat masalah besar? Kadang diam adalah satu-satunya cara untuk bertahan, agar air mata tak jatuh di depan kamera.
Jonathan Frizzy dan Netizen
Jonathan Frizzy, sang bintang, kini menghadapi dua jenis pengadilan: satu di ruang hukum, satu lagi di ruang opini publik. Yang pertama bisa ditebak—berkas, pasal, saksi, dan vonis. Tapi yang kedua jauh lebih sulit. Ia harus menghadapi komentar kejam netizen, pemberitaan yang memburu-buru, hingga kehilangan kepercayaan orang-orang yang dulu memujanya.
Mungkin ada yang berkata: “Wajar! Dia salah, dia harus dihukum!” Ya, benar. Hukum harus ditegakkan. Tidak peduli siapa pelakunya. Tapi dalam setiap kasus hukum, selalu ada sisi manusia yang perlu kita lihat. Sisi yang bisa jatuh karena tekanan hidup, karena kesalahan pergaulan, atau karena kebodohan sesaat.
Saya tidak membela perbuatannya. Tapi saya percaya, manusia selalu punya dua sisi—terang dan gelap. Kadang, bahkan bintang paling terang pun bisa tersesat di lorong gelap. Apalagi di dunia hiburan, di mana segala hal bergerak cepat, tekanan tinggi, dan batas benar-salah kadang kabur karena gaya hidup yang penuh godaan.
Jonathan Frizzy dan Pelajaran Buat Kita
Kasus ini harus menjadi cermin bagi kita semua. Bagi para selebritas: ketenaran adalah tanggung jawab, bukan sekadar sorotan lampu kamera. Setiap langkah yang diambil akan diperhitungkan, bukan hanya oleh media, tapi oleh generasi muda yang menjadikan mereka panutan.
Bagi publik: mari kita berhenti jadi hakim yang kejam. Biarkan proses hukum berjalan. Biarkan yang bersalah mempertanggungjawabkan kesalahannya. Kita boleh kecewa, boleh sedih, tapi jangan sampai lupa bahwa di balik nama besar, ada manusia biasa yang bisa jatuh, bisa salah, dan—semoga—bisa belajar.
Dan untuk Jonathan Frizzy sendiri, semoga ini menjadi titik balik. Jika nanti terbukti bersalah, semoga ia menjalani proses hukum dengan lapang dada. Tapi jika masih ada ruang untuk membela diri, semoga ia melakukannya dengan jujur dan berani. Karena pada akhirnya, kejujuran adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan sisa-sisa kepercayaan yang masih tersisa.
Sungguh, dunia hiburan Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Tapi bukan berarti kita tak bisa belajar dari kejatuhan satu bintang untuk menyelamatkan bintang-bintang lain yang masih bersinar.