“Aku rela kehilangan pacar, asal jangan sakit gigi lagi.” Begitulah kata Rio, 32 tahun, saat duduk menyender di dinding ruang tamu tengah malam buta. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya. Ia menekan pipinya dengan kain hangat, tapi nyeri itu seperti menertawakannya. Seperti ombak di lautan lepas, rasa sakit itu datang berulang—semakin dalam, semakin menakutkan. Rio bukan …